Search

Fenomena 'November Rain' di Bursa, Tepatkah Beli Saham? - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dalam negeri mengawali perdagangan di bulan November dengan kurang mengenakan. Baru hari pertama, 1 November, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai indeks saham acuan di Indonesia membukukan koreksi sebesar 0,34% ke level 6.207,19, menandai koreksi selama 2 hari beruntun.

Di sisa bulan November, pelaku pasar harus benar-benar berhati-hati. Pasalnya, ternyata secara historis November merupakan bulan yang kurang bersahabat bagi pasar saham Tanah Air, seperti salah satu lagu hits Guns and Roses, "November Rain".

Tim Riset CNBC Indonesia
menghitung imbal hasil IHSG secara bulanan dalam periode 10 tahun terakhir (2009-2018). Hasilnya, dalam 10 bulan November terakhir, IHSG membukukan koreksi sebanyak tujuh kali. IHSG hanya menguat tiga kali secara bulanan pada 10 bulan November terakhir.


Koreksi terparah IHSG dalam 10 bulan November terakhir terjadi pada November 2013. Kala itu, IHSG ambruk hingga 5,64% jika dibandingkan dengan posisi per akhir Oktober 2013.

Bulan November menjadi satu di antara dua bulan yang secara rata-rata membukukan imbal hasil negatif dalam 10 tahun terakhir. Selain di bulan November, hal serupa bisa didapati di bulan Agustus.


Di periode November 2019, ada dua sentimen utama yang berpotensi membuat IHSG mencetak koreksi dan melengkapi catatan buruk di bulan November, yakni ekonomi Hong Kong dan rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019. 


Ekonomi Hong Kong
Sentimen pertama yang berpotensi menekan kinerja IHSG pada bulan ini adalah perkembangan terkait laju perekonomian Hong Kong. Kini, Hong Kong sudah resmi memasuki periode resesi.

Pada hari Kamis (31/10/2019), Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada 3 bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).


Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama 2 kuartal berturut-turut.

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Foto: Badan Pusat Statistik merilis inflasi Oktober 2019. (CNBC Indonesia/Lidya Julita S)

Laju ekonomi kuartal III-2019
Sentimen kedua yang bisa menekan kinerja IHSG di sisa bulan November adalah rilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Data ini dijadwalkan untuk dirilis oleh BPS pada Selasa (5/10/2019).

Pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,19%.

Pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, sama persis dengan konsensus. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,06% YoY.

Angka pertumbuhan ekonomi pada 3 bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.


Pada kuartal III-2019, konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan, melambat dari capaian di kuartal I dan II.

Jika hanya mencapai 5,01%, maka pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2019 akan jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan. Bahkan, ada kemungkinan bahwa pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019 akan merosot ke bawah level 5%.

Dengan mencermati sejarah pergerakan IHSG di bulan November yang mengecewakan, ditambah adanya kehadiran dua sentimen yang berpotensi menekan kinerja IHSG, mungkin ada baiknya jika pelaku pasar saham menahan diri dari melakukan aksi beli di sisa bulan ini. Tapi tentu saja pilihan bergantung pada diri pelaku pasar sendiri. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(tas)

Let's block ads! (Why?)



Bisnis - Terkini - Google Berita
November 04, 2019 at 07:23AM
https://ift.tt/2oMz4ua

Fenomena 'November Rain' di Bursa, Tepatkah Beli Saham? - CNBC Indonesia
Bisnis - Terkini - Google Berita
https://ift.tt/34Gk0OK

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Fenomena 'November Rain' di Bursa, Tepatkah Beli Saham? - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.