Dalam orientasi pasar, terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu orientasi pada konsumen (customer oriented) dan orientasi pada pesaing (competitor oriented).
Konsep market oriented yang digunakan dalam pemasaran politik, bukan berarti bahwa partai politik atau kandidat harus sepenuhnya memenuhi apa keinginan pasar. Karena masing-masing partai politik juga memiliki ideologi dan aliran pemikiran yang menjadi ciri khasnya.
Konvergensi yang ditawarkan dari pandangan pro dan kontra pemasaran politik adalah bahwa pemasaran politik berbeda dengan pemasaran komersial, yang menjual partai atau kandidat kepada pemilih sebagai proses transaksional.
Pemasaran politik memerlukan berbagai pendekatan keilmuan dan bersifat khas, dibandingkan konsep pemasaran dalam ilmu ekonomi manajemen. Karena produk politik sangat berbeda dengan produk komersial, baik ditinjau dari karakteristik produk maupun karakteristik konsumen.
Pemasaran politik memiliki dimensi yang lebih luas dan menjadi lebih kompleks. Firmanzah dalam bukunya, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, mengatakan bahwa hal penting yang ingin disampaikan dalam konsep pemasaran politik adalah: pemasaran politik menempatkan pemilih sebagai subyek, bukan obyek dari partai politik atau kandidat.
Pemasaran politik menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja, yang ditawarkan dengan bingkai ideologi masing-masing partai atau kandidat.
Pemasaran politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih, sehingga dari sini akan terbangun kepercayaan untuk selanjutnya memperoleh dukungan suara mereka.
Pilkada langsung sebenarnya tidak mencerminkan mesin partai politik bekerja, namun lebih pada upaya calon untuk memasarkan dirinya.
Akibatnya, ikatan emosional dengan partai politik dengan sistem koalisi yang cair, tidak memberikan kontribusi yang besar kepada partai politik yang memberikan dukungan pada calon yang terpilih, karena partai politik pendukung tidak memberikan kontribusi yang optimal.
Apalagi di era digital ini, mesin partai politik tidak mampu bersaing dengan buzzer yang disewa oleh individu, untuk memasarkan dirinya guna mencari dukungan suara.
Dengan membaca realitas Pilkada rezim pencitraan individu, akan sulit untuk mengklaim bahwa mesin partai politik memiliki sumbangan signifan dalam pemenangan Pilkada.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Masihkah Mesin Partai Punya Pengaruh?"
Post a Comment